Teknik Sosrobahu tidak asing lagi bagi para engineer konstruksi. Teknik Sosrobahu merupakan teknik konstruksi yang digunakan terutama untuk memutar bahu lengan beton jalan layang dan ditemukan oleh Tjokorda Raka Sukawati. Dengan teknik ini, lengan jalan layang diletakkan sejajar dengan jalan di bawahnya, dan kemudian diputar 90° sehingga pembangunannya tidak mengganggu arus lalu lintas di jalanan di bawahnya
Teknik ini dianggap sangat membantu dalam membuat jalan layang di kota-kota besar yang jelas memiliki kendala yakni terbatasnya ruang kota yang diberikan, terutama saat pengerjaan konstruksi serta kegiatan pembangunan infrastrukturnya tidak boleh mengganggu kegiatan masyarakat kota khususnya arus lalu-lintas dan kendaraan yang tidak mungkin dihentikan hanya karena alasan pembangunan jalan.
Awal mulanya ketika
Jakarta mengalami peningkatan jumlah kemacetan lalulintas pada tahun 1980an dan
jalan layang menjadi satu-satunya solisi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu perusahaan konstruksi yang beroperasi pada waktu itu
adalah PT Hutama Karya, yang dikontrak untuk membangun jalan layang di atas
jalan A. Yani, sebuah jalan yang arus lalu lintasnya sangat padat. Selama
konstruksi jalan layang di atasnya, jalan A. Yani ini tidak boleh ditutup
karena jika jalan ini ditutup, akan terjadi kemacetan yang luar biasa di
Jakarta. Selain di atas jalan A. Yani, PT Hutama Karya juga dikontrak untuk
membangun jalan layang di atas jalur penghubung Cawang-Tanjung Priok yang juga
sangat padat arus lalu lintasnya.
Dengan permasalahan tersebut, para
direksi Hutama Karya berdiskusi setelah mendapatkan order membangun jalan
layang antara Cawang sampai Tanjung Priok sekitar tahun 1987. Persoalan rumit
diurai, yang diperlukan untuk menyangga badan jalan itu adalah deretan tiang
beton, satu-sama lain berjarak 30 meter, di atasnya membentang tiang beton
selebar 22 meter. Batang vertikalnya (pier
shaft) berbentuk segi enam bergaris tengah 4 meter, berdiri di jalur hijau.
Hal ini tidak sulit, yang merepotkon adalah mengecor lengannya (pier head). Jika dengan cara
konvensional, yang dilakukan adalah memasang besi penyangga (bekesting) di bawah bentangan lengan itu,
tetapi bekesting itu akan menyumbat jalan raya di bawahnya. Cara lain adalah
dengan bekesting gantung tetapi membutuhkan biaya lebih mahal.
Di tengah masalah itu, Ir. Tjokorda Raka Sukawati mengajukan
gagasan dengan membangun tiangnya dulu dan kemudian mengecor lengannya dalam
posisi sejajar dengan jalur hijau, setelah itu diputar membentuk bahu. Hanya
saja kendalanya adalah bagaimana cara memutarnya karena lengan itu nantinya
seberat 480 ton. Kemudian ia mendapatkan inspirasi ketika ia sedang memperbaiki kendaraannya, hidung mobil Mercedes buatan
1974-nya diangkat dengan dongkrak sehingga dua roda belakang bertumpu di lantai
yang licin karena ceceran tumpahan oli yang tidak disengaja. Begitu mobil itu
tersentuh, badan mobil berputar dengan sumbu batang dongkrak. Satu hal yang ia
catat, dalam ilmu fisika dengan meniadakan gaya geseknya, benda seberat apapun
akan mudah digeser. Kejadian tadi memberikan inspirasi bahwa pompa hidrolik
bisa dipakai untuk mengangkat benda berat dan bila bertumpu pada permukaan
licin, benda tersebut mudah digeser. Dari beberapa variabel tersebut dan
menggabungkannya dengan beberapa parameter, akhirnya ia menemukan persamaan
baru dan memberikan nama "Rumus Sukawati", sesuai namanya.
Setelah melakukan beberapa kali percobaan, Tjokorda akhirnya
membuat rancangan akhir yang diberi nama Landasan Putar Bebas Hambatan (LPBH).
Rancangan ini terdiri dari 2 buah piringan atau cakram besi dengan garis tengah
80cm yang saling menangkup. Di antara kedua piringan tersebut dipasang penutup
karet (seal) yang berfungsi sebagai penyekat rongga dan sekaligus penahan
minyak yang dipompakan ke dalam ruang di antara kedua piringan. Melalui sebuah
pipa yang berukuran kecil, minyak dalam tangkupan piringan kemudian dihubungkan
dengan pompa hidrolik. Sistem hidrolik ini saat diberi tekanan 78 Kg/cm2 agar
mampu mengangkat beban yang berat. Silinder yang dibuat dari bahan besi cor
FCD-50 dengan ketebalan 5cm ini bisa menahan beban hingga 625 ton.
Cukup banyak proyek jalan yang menggunakan teknik Sosrobahu ini di Indonesia. Salah satu contohnya adalah pembangunanan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek 2 (elevated) yang berjalan lebih cepat dan minim gangguan berkat teknologi konstruksi temuan Tjokorda ini. Pembangunan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek ini memiliki tantangan yang terbilang cukup rumit. Sebab jalan tol layang tersebut dibangun di tengah Jalan Tol Jakarta-Cikampek existing dan dilakukan bersamaan dengan pembangunan Kereta Ringan dan Kereta Cepat Jakarta Bandung di kiri dan kanan jalan. Teknologi konstruksi yang tepat tentunya sangat dibutuhkan dengan kondisi lapangan seperti ini.
Tak hanya digunakan di Indonesia saja, teknik yang sama diadopsi oleh para insiyur Amerika Serikat saat pembangunan sebuah jembatan di Seattle. Tak hanya dipakai di Amerika Serikat, teknik hasil karya anak negeri ini juga dipakai di Singapura, di Filipina pada 289 tiang jalan termasuk dalam proyek jalan tol layang Metro Manila atau Metro Manila Skyway, di Kuala Lumpur pada 135 tiang jalan, di Thailand dan beberapa negara lainnya.
Untuk teknologi ini Dirjen Hak Cipta Paten dan Merek telah mengeluarkan patennya di tahun 1995. Sedangkan Jepang telah lebih dahulu memberikan hak paten pada tahun 1992. Berdasarkan hitungan eksak, teknologi konstruksi sosrobahu ini mampu bertahan sampai 1 abad atau hingga 100 tahun lamanya.
semoga, ada penerus - penerus bangsa yang mempunyai inovasi - inovasi yang dapat membuat harum nama bangsa kita.. aamiinn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar